Rabu, 23 Desember 2009

Pathway gagal nafas

Pathway

Etiologi (bronkiolitis, status asmatikus, pneumonia)

  Penurunan respon pernafasan

  Kegagalan pernafasan ventilasi

  Hipoventilasi alveoli

  Gangguan difusi dan retensi CO2

  Hipoksia jaringan


  Otak kardiovaskuler paru-paru
 
Sel otak mati mekanisme kompensasi 
(peningkatan tekanan darah dan heart rate) kerja nafas sekret,edema, wheezing PCO2

tekanan intrakranial dekompensasi ( TD dan CO, bradikardi) kelelahan, diaporosis,sianosis depresi pusat pernafasan  
kejang, pusing, gelisah, kesadaran curah jantung intoleransi aktivitas gangguan pertukaran gas hipoventilasi
  (takipnea)
  gagal jantung Bradipnea
 

  gagal nafas




  kardio respirasi arrest

  gangguan proses keluarga resti terjadi kematian

Askep Gagal Nafas Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN

Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur



A. Latar Belakang
Gagal nafas adalah ketidakmampuan alat pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi didalam darah, dengan atau tanpa penumpukan CO2. 
Terdapat 6 sistem sistem kegawatan salah satunya adalah gagal nafas, dari 6 sistem tersebut Gagal nafas menempati urutan pertama, Hal ini dapat dimengerti karena bila terjadi gagal nafas waktu yang tersedia terbatas sehingga diperlukan ketepatan dan kecepatan untuk bertindak.
Sampai saat ini gagal nafas pada anak masih merupakan salah satu penyebab mordibitas dan mortalitas terbesar penderita yang dirawat di Ruang perawatan Intensif Anak RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM). Keterlambatan merujuk penderita diduga merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian, disamping beratnya penyakit dasar, penyakit penyerta dan penyulit selama perawatan.
Penatalaksanaan perawatan gagal nafas memerlukan suatu ketrampilan dan pengetahuan khusus serta penafsiran dan perencanaan maupun melakukan tindakan harus dilakukan dengan cepat dan sistematis, oleh karena itu pengetahuan perawat tentang apa dan bagaimana terjadinya gagal nafas sangat diperlukan.

B. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dari mempelajari materi ini adalah mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan pengertian gagal nafas
b. Menyebutkan penyebab gagal nafas
c. Menyebutkan tanda-tanda gagal nafas
d. Menyebutkan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada anak dengan gagal nafas
e. Menjelaskan penatalaksanaan pada anak dengan gagal nafas
f. Menjelaskan tahapan prosedur RJP pada penatalaksanaan gagal nafas.



























BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi 
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. (Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985) 
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1. Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.  
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
2. Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal nafas.
3. Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.

2. Sebab gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab Bayi / Anak
Jalan nafas bagian atas :
Faring



Laring 





Trakea

Jalan nafas bagian bawah

 Bronkus/bronkiolus



 Alveoli





 Kompresi pulmonal



Susunan saraf
 
Makroglosis
Hipertropi tonsil


Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi


Benda asing




Bronkiolitis
Status asmatikus


Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar


Pneumonia
Trauma dada


Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children, Intensive Care 
  aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)


C. Patofisiologi dan Pathway
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran darah pulmonal bertambah
4. ‘metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.



















Pathway 
Etiologi (bronkiolitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
  Kegagalan pernafasan ventilasi
  Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
  Hipoventilasi alveoli
  Gangguan difusi dan retensi CO2
  
  Hipoksia jaringan 

   
Otak kardiovaskuler paru-paru
   
Sel otak mati mekanisme kompensasi (peningkatan 
  Heart rate dan tekanan darah) kerja pernafasan meningkat sekret, edema, wheezing PCO2  

 Tekanan intrakranial kelemahan otot jantung ( TD dan CO, bradikardi) kelelahan , diaporosis, sianosis Gangguan pertukaran gas Depresi
  Pusat pernafasan
Kejang, pusing, gelisah, penurunan curah jantung intoleransi aktivitas
  kesadaran hipoventilasi (tachipnea)
  gagal jantung
  Bradipnea
   
  Kardio Respirasi Arrest  
  Gangguan proses keluarga resti terjadi kematian
  




D. Manifestasi klinik
Umum : kelelahan, berkeringat
Respirasi : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
  cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,
  sianosis.
Kardiovaskuler : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
 pulsus Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
 Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
 kesadaran Menurun, kejang, koma.
E. Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik). 

F. Pengkajian keperawatan.
a. Riwayat keluarga
• Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
• Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma. 
b. Kaji keadaan dada 
• Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
• Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
• Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
• Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal
• Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli)
• Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c. Observasi pernafasan :
• Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
• Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
• Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik dengan ekspirasi)
• Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba – tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
• Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
• Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk (hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.
• Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
• Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
• Nyeri dada
Terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen, dalam/dangkal. 

• Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau, viskositas. 
• Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d. Kaji tanda terjadinya hipoxia
o Hypotensi/hypertensi
o Dyspnea
o Bradikardi
o Sianosis : perifer / sentral
o Somnolen
o Stupor
o Coma

H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher gunakan ‘sniffing’ posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o Beri bantuan oksigen
o Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o Kaji warna kulit
o Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan penggunaan otot bantu pernafasan 
o Monitor BGA

2. Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.
Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o Siapkan peralatan emergensi
o Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3. Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o Beri informasi tentang kondisi anak
o Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan prognosis anak.
o Susun suport sistem keluarga.
4. Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
 Kriteria hasil : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
 Intervensi :
o Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.



LAMPIRAN

BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah – langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I : Bantuan hidup dasar (BHD), terdiri atas :
  A (Airway) : menguasai jalan nafas
  B (Breathing): membuat nafas buatan
  C (Circulation) : membuat aliran darah buatan

Tahap II : Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :
  D (Drug) : pengobatan dengan cairan dan obat
  E (EKG) : melakukan pemantauan dengan alat 
  elektrokardiografi
  F (Fibrilasi) : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk 
  fibrilasi ventrikel)

Tahap III : Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :
  G (Gauging) : menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan 
  atau tidak 
  H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi lanjutan dengan 
  orientasi Otak
  I (Intensive care) : mengelola korban secara intensif


PENGKAJIAN
1. Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher anak.
Hindari memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda akan membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung kepala dan leher untuk mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2. Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat adanya respon / pergerakan.
3. Segera cari bantuan.
4. Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR segera dengan membuka jalan nafas anak.
5. Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat darurat) untuk minta bantuan.
Jika anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk menelpon 118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat secepatnya.

A = AIRWAY (JALAN NAFAS)
1. Tempatkan anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada permukaan yang keras dan rata.
2. Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan penolong pada dahi dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain dibawah tulang rahang bawah dekat pertengahan dagu. 
Hati – hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang atau memberikan tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit kepala kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar memudahkan pemberian O2. Posisi ini penting untuk mengalirkan udara masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.
3. Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4. Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya kedalam mulut, kemudian lepaskan tekanan balon untuk memindahkan meterial.
a. Jika penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain ke dalam mulut.
b. Gerakkan / pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan ini akan membantu membuang benda asing.

B = BREATING (PERNAFASAN) 
5. Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada untuk mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas anak selama 3 – 5 detik.
6. Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan bantuan nafas pada anak.
a. Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak dengan mulut anda.
b. Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik lamanya, berhenti sebentar untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7. Jika penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi kepala dan coba lagi. 
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk perawatan anak tersedak.
8. Jika anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit balon.

C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9. Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika anak belum bernafas periksa nadi anak.
10. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan bagian dalam dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus menjadi lebih gawat.
11. Jika terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas bantuan sampai anak mulai bernafas.
Pada banyi, anak 1 – 8 tahun, kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik atau 20 kali per menit.
Bantuan pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12. Lakukan RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13. Berikan posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung. 
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang benar. Gunakan tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan letakkan 2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada tulang rusuk.
14. Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak ½ - 1 inci ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan beri anak 1 kali bantuan nafas.
15. Tekan dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16. Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah anak mulai bernafas atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan bantuan/menghindari bahaya, usahakan untuk tidak menghentikan RJP lebih dari 5 detik.
17. RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a. Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b. Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c. Anda memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d. Anda kelelahan.


18. Posisi pemulihan (Recovery Position).
Jika anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada permukaan yang kuat dan rata.
Catat gambaran yang terlihat dan segera telepon 118. 

 























CHEK LIST PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GAGAL NAFAS

1. Identitas
a. Nama : …………
b. Tempat/tgl. Lahir : ………..
c. Umur : …………
d. Jenis kelamin : …………
e. Nama orang tua : …………
f. Alamat : …………
2. Diagnosa medik : ………….
3. Anamnesa
a. Keluhan utama : …………
b. Alasan masuk RS : ……….
c. Riwayat penyakit sekarang : ………..
d. Riwayat pasien tentang gangguan pernafasan : …………
e. Riwayat penyakit dahulu : ………..
f. Riwayat penyakit keluarga :
 Ada penyakit keturunan, yaitu : …………
 tidak ada penyakit keturunan
4. Riwayat alergi
 Obat Makanan
5. Riwayat imunisasi
BCG POLIO

1 2 3 4 DPT

1 2 3 HEPATITIS

1 2 3 CAMPAK

   

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. Berat badan :
2. Tinggi badan :
3. Lingkar kepala :
b. Kesadaran
 komposmentis nnn sopor
  apatis soporo komatus
 somnolen nn koma
c. TTV
1. temperature :
2. Nadi :
3. Pernafasan :
a. Frekuensi :
b. Kedalaman :
Zz normal hypopnea hypernea
c. Kelancaran :
  Kurang usaha dypnea ortopnea
d. Labored breathing :
  Terus – menerus intermiten tiba - tiba
e. Batuk :
1. karakteristik ( produktif / non produktif ) :
2. Frekuensi batuk :
3. Waktu terjadinya batuk ( hanya malam hari/setiap waktu ) :
f. Wheezing :
1. waktu terjadinya wheezing (inspirasi/ekspirasi) :
2. Apakah memanjang :
3. Terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan :
g. Sputum :
1. Volume sputum :
2. Warna :
3. Bau :
4. Viskositas :

4. Tekanan darah :
d. Kulit
Sianosis turgor baik turgor jelek Dingin panas
e. Hidung
Sekret peradangan kelainan
f. Dada
1. Inspeksi :
Postur :
Bentuk :
Kesimetrisan :
Ekspansi paru :
Retraksi interkostal :
2. Palpasi :
Kaji keadaan kulit :
Nyeri tekan :
Adanya massa :
Peradangan :
Kesimetrisan ekspansi :
Taktil fremitus :
3. Perkusi :
Resonan pekak hiperesonan bunyi timpani
4. Auskultasi :
Normal Ronchi wheezing

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR

ASUHAN KEPERAWATAN 
PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR  



Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur



I. KONSEP DASAR

1) LUKA TUSUK
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
1. Lokasi anatomi injury
2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu :
1. Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
2. Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik
3. Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran
4. Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis
5. Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)
6. Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum
7. Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien, peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah
8. Sistem vaskuler
2) KONSEP GAGAL NAFAS
Definisi :
Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :
1. PaO2 kurang dari 50 mmHg
2. PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

a. Patofisiologi 
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :
1. Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah
2. Gangguan perfusi dan difusi
Adanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi
3. Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi
Pintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis

b. Tanda dan gejala gagal nafas akut
Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :
Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktif
Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat.
Tensi/laju nadi : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan hipoksia)
Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.
Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.
Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

c. Penatalaksanaan dan pengobatan 
Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian sedasi.
Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.

d. Indikasi ventilasi bantu/artifisial
Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter Indikasi Nilai Normal
1. Mekanik 
- Laju napas
- Volume tidal
- Kapasitas vital
- Tekanan inspirasi maksimal 
Lebih 35/menit
Kurang 5 ml/kgBB
Kurang 15 ml/kgBB
Kurang 25 cmH2O 
10 – 20 (dewasa)
5 – 7
65 – 75
75 – 100
2. Oksigenasi
- PaO2 
Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6) 
75 – 100 (udara kamar)
3. Ventilasi
- PaCo2
- Vd/Vt 
Lebih 60 mmHg
Lebih 0,6 
35 – 45
0,3
 
e. 
f. Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.

g. Obat yang dipakai pada gagal nafas
Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber spektrum luas.
Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.


h. PENGKAJIAN

Initial Klien : Tuan M.Y.
Umur : 20 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Cengkareng Timur, Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk RS : 29 November 1998 
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998 
Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk tembus abdomen

3) Perjalanan Penyakit
Pasien masuk ke IGD tanggal 27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29 November 1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan :
- Laparatomi eksplorasi
- Nefrektomy kiri
- Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium
- Drain pada ginjal kiri

Hasil Laboratorium :
a) Tanggal 30 November 1998 
WBC 3,5
RBC 3,47
HGB 10,0
PLT 36
HCT 29,1
Trombocyt 36.000
Ureum darah 30 mg/DL
Creatinin urine 1,15 mg/DL
Urinalisa 
Sedimen +
Kejernihan jernih
Leukocyt 1 – 3 /LPB
Eritrosit >100/LPB
Kristal ( - )
Berat jenis 1010
.pH 5
Glukosa 2+
Protein ( - )
Keton ( - )
Bilirubin ( - )
Urobilinogen 0,1
Nitrit ( - )
b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49
Ventilator control TV : 450
FiO2 : 40%
.pH 3,84
PCO2 37,7
PO2 163,4
HCO3 22,2
TCO2 23,3
BE – 2,3
SBE – 2,2
SAT 99,2
SBC 22,4

c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14
Ventilator Assist Control
RR 12, TV 450
FiO2 40% 
PH 7,508
PCO2 38,3
PO2 117,3
HCO3 30,5
TCO2 31,7
BE + 6,9
SBE + 6,8
SAT 98,7
SBC 30,7
Na 138
K 3,9
Cl ( - )

d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998 
Ventilator SIMV
FiO2 35%
PH 7,455
PCO2 34,7
PO2 127,8
HCO3 23,2
TCO2 24,2
BE – 0,3
SBE – 0,3
SAT 98,8
SBC 24,1
Na 136
K 3,9

e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998 
Ht 24 vol %
Hb 8,7 gr/DL
Leuko 12.700
Trombo 105.000

Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O

f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998 
KaEM MG3 500 cc
Pan Amin 600 : 500 cc
RL
FFP 2 x 300 cc

g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998 
KaEM MG3
Pan Amin
Tranfusi Darah 500 cc
FFP 2 x 300 cc
RL

h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998 
KaEM MG3
Pan Amin
RL 
FFP 3 x 300 cc

i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998 
Cimetidine 3 x 1
Alinamin F 3 x 1
Vit K 3 x 1
Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal 3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)
Novalgin 3 x 50 mg

4) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kepala : Simetris
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tua
Mulut : terpasang ETT, mukosa kering
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Dada : auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ I, II murni, gallop (-)
Abdomen : luka laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)
Ekstremitas : tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan terpasang infus NaCl spooling tranfusi

5) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)
2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa
3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ETT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA 
TRAUMA THORAX (PENUMOTHORAX/HEMATOTORAX)
 DENGAN PEMASANGAN BULLOW DRAINAGE 

Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

B. Anatomi
1. Anatomi Rongga Thoraks
  Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
  - Depan : Sternum dan tulang iga.
  - Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
  - Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
  - Bawah : Diafragma 
  - Atas : Dasar leher.
Isi :
 Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
 Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

Gambar Rongga Thoraks :


Jantung Sternum
& perikardium Saraf frenikus
  Vena Kava Superior
Trakea Left Right Oesophagus
  Lung lung Saraf vagus

Aorta Vertebra
Sal. Torasika
 
Patofisiologi 
Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb. Darah intercostal,
rongga pleura, udara bisa pemb.darah jaringan paru-paru.
masuk (pneumothorax)

  Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar
Maka udara luar akan terhisap masuk diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
ke rongga pleura (sucking wound)
  tahanan perifer pembuluh paru naik
  (aliran darah turun)
- Open penumothorax
- Close pneumotoraks = ringan kurang 300 cc  di punksi
- Tension pneumotoraks = sedang 300 - 800 cc  di pasang drain
  = berat lebih 800 cc  torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus
  Tek. Pleura meningkat terus
  mendesak paru-paru
  (kompresi dan dekompresi)

  pertukaran gas berkurang
- sesak napas yang progresif = sesak napas yang progresif
  (sukar bernapas/bernapas berat) = nyeri bernapas / pernafsan asimetris/adanya jejas atau trauma
- nyeri bernapas = pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- bising napas berkurang/hilang = bising napas tak terdengar
- bunyi napas sonor/hipersonor = nadi cepat/lemah
- poto toraks gambaran udara lebih ¼ anemis / pucat
dari rongga torak = poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan

WSD/Bullow Drainage


- terdapat luka pada WSD - Kerusakan integritas kulit
- nyeri pada luka bila untuk - Resiko terhadap infeksi
 bergerak. - Perubahan kenyamanan : Nyeri
 perawatan WSD harus di - Ketidak efektifan pola pernapasan
 perhatikan. - Gangguan mobilitas fisik
- Inefektif bersihan jalan napas - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan
  Pergeseran mediatinum
 
C. Pemeriksaan Penunjang :
a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

D. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
 Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
 Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
 Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
 Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
 Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
 Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

4. Terapi :
a. Antibiotika..
b. Analgetika.
c. Expectorant.

E. Komplikasi 
1. tension penumototrax
2. penumotoraks bilateral
3. emfiema
 
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah 
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.
 Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,



Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

F. Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian antibiotika.
 Pemberian analgetika.
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :
 Menunjukkan batuk yang efektif.
 Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
 Klien nyaman.

Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : 
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian expectoran.
 Pemberian antibiotika.
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
 
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
 Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah.

Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
 
DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. 

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK


Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur



Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Perfusi organ secara langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah, curah jantung dan ukuran vaskuler.

MAP menurun (5 – 10 mmHg )


Aortic arc. dan Carotid sinus ( Baroreseptor )


Otak
( Perfusi dan oksigenasi organ vital )


Metabolisme anaerobic


Asam laktat meningkat
dan zat metabolic lain


Kerusakan jaringan
Depresi miocardial
(Guyton, 1986)
 
A. Stadium Kompensasi.
- MAP menurun 10 – 15 mmHg
- Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan
- Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan GFR menurun dan urine output menurun, reabsorbsi Na meningkat – vasokonstriksi sistemik
- Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal
B. Stadium intermediate.
- MAP menurun lebih dari 20 mmHg
- Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen
- Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang selanjutnya menyebabkan sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini mengancam jiwa
- Koreksi dalam 1 jam (golden hour)

C. Irreversible Stage.
- Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
- Sel tersisa metabolisme anaerob
- Terapi tidak efektif 

ETIOLOGI
1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
3. Vasogenic shock
Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler
  neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan neurologis, obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker. 
4. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).
Predisiposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI), imunosupresi.
Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan organ mikrosirkulaisi, permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan metabolisme sel 

Tanda – tanda shock secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
3. Takikardi
4. Vena perifer tidak tampak
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari tekanan semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun
9. Produksi urine menurun

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Fluid volume deficit related to blood loss.
2. Decrease cardiac output related to decrease venous return
3. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion.

PERENCANAAN
1. Fluid volume deficit :
a. Terapi intravena (sesuai jenis shock) :
 Kristaloid (untuk mengembalikan cairan elektrolit) : RL, ringer Acetat, Normosal
b. Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan tekanan osmotic) : WB, PRC, plasma (plasmanat, dekstran, dll).

2. Decrease Cardiac Output
Tujuan intervensi :
a. Meningkatkan cairan vaskuler.
b. Mendukung mekanisme kompensasi klien.
c. Mencegah komplikasi iskemia.
Therapi obat :
a. Meningkatkan venous return.
b. Memperbaiki kontraksi miokard.
c. Menjamin perfusi miokard yang adekuat :
- Vasoconstrictor agent : Dopamin, Epinephrine, NE, Vasopressin
- Agen yang meningkatkan kontraksi mokard : Dobutamin, Epinephrine, Iso proterenol.
- Agen yang menambah perfusi miokard : Nitrogilserin, Nitropruside, Isosorbid dinitrat
Therapi Oksigen.

SHOCK PERDARAHAN DAN THERAPI HEMODILUSI

Transportasi oksigen dilakukan dengan 3 (tiga) mekanisme (Preszma 1987, Abram, 1993)
a. Sistem pernapasan.
b. Sistem sirkulasi.
c. Sistem Oksihemoglobin (O2Hb) dalam eritrosit dan transport ke sel jaringan.

1. Sistem Pernapasan.
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant : gangguan hipoxia anemic. Kadar oksigen dalam darah arterial (CaO2 ) mnurut rumus Nunn – Freeman adalah :

 CaO2 = (Hb X saturasi O2 X 1,34) + (PO2 X 0,003)
  dengan harga normal akan didapat :
  = (15 X 100% X 1,34) + (100 X 0,003)
  = 20,1 + 0,3 = 20,4 ml/100 ml darah
  penggunaan klinik unsure (PO2 X 0,0003) diabaikan karena relatif kecil.


2. Sistem Sirkulasi.
 Pada EBV yang beredar 65 – 75 ml/Kg
 Perdarahan 5 – 15 ml/Kg (20%) terjadi kompensasi : Tachicardi, kekuatan kontraksi miocard, vasokonstriksi di arterial dan vena. Vasokonstriksi berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk otak dan jantung sehingga jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR
Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke Volume (SV)

 CO = F x SV

SV dipengaruhi oleh EOV – C – SVR.
Available O2 = CO x CaO2

 Dalam keadaan normal (Hb. 15 g/dl, SaO2 = 100 %, CO = 5 Liter
Oksigen tersedia = 50 x 15 x 1 x 1,34 = 1005 ml/mnt
 Perdarahan ( Cardiac Ouput = 3 Liter)
Oksigen tersedia = 30 x 15 x 1 x 1,34 = 600 ml/mnt
 Hemodilusi = 50 x 10 x 1,34 = 670 ml/mnt
Compensasi = 75 x 10 x 1,34 = 1005 ml/mnt
Kompensasi hanya mungkin dalam keadaan normovolemia

Tanda dan gejala :

Perfusi Hangat pucat Dingin Basah
EBL 15 % 30 % 40 %
Nadi 80 100 >120 >140
T. Sistol 120 100 < 90 <70
Hilang 600 1200 2100
Infuse 1 – 2 L 2 – 4 L 4-6 L

PERITONITIS

PERITONITIS

Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


PENGERTIAN
Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.

ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
• Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
• Appendisitis yang meradang dan perforasi
• Tukak peptik (lambung / dudenum)
• Tukak thypoid
• Tukan disentri amuba / colitis
• Tukak pada tumor
• Salpingitis
• Divertikulitis
 Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus  dan  hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
 
 
2. Secara langsung dari luar.
• Operasi yang tidak steril
• Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
• Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
• Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
 
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
 
 
GEJALA DAN TANDA
• Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
• Demam
• Distensi abdomen
• Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
• Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
• Nausea
• Vomiting
• Penurunan peristaltik.

PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

TEST DIAGNOSTIK
1. Test laboratorium
• Leukositosis
• Hematokrit meningkat
• Asidosis metabolik
2. X. Ray
• Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
• Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
• Usus halus dan usus besar dilatasi.
• Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

PROGNOSIS
• Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.
• Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.
• Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

LAPARATOMI

Pengertian
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah  4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen

Komplikasi
1. Ventilasi paru tidak adekuat
2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

Komplikasi post laparatomi;
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
 Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
 Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
 Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
 Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
 Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
 Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
 Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

Proses penyembuhan luka
• Fase pertama
 Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
 
• Fase kedua
 Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
 
• Fase ketiga
 Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
 
• Fase keempat
 Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
 
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.
Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
1. Respiratory
• Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2. Sirkulasi
• Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3. Persarafan : Tingkat kesadaran.
4. Balutan 
• Apakah ada tube, drainage ?
• Apakah ada tanda-tanda infeksi?
• Bagaimana penyembuhan luka ?
5. Peralatan
• Monitor yang terpasang.
• Cairan infus atau transfusi.
6. Rasa nyaman
• Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.

Tindakan keperawatan post operasi:
1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi
1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
• Suhu tubuh normal
• Nadi normal
• Perut tidak kembung
• Peristaltik usus normal
• Flatus positif
• Bowel movement positif
2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
5. Luka operasi baik.
 
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PD PAYAH JANTUNG-ODEM PARU

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN 
GAWAT DARURAT PD PAYAH JANTUNG-ODEM PARU


Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAYAH JANTUNG , ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS 

A. Konsep dasar
Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)


























Gambar 1. Proses terjadinya berbagai masalah keperawatan pada klien dengan HHF, Odem paru dan gagal nafas

 
B. Pengkajian
a. Identitas:

b. Keluhan utama : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak

c. Riwayat keperawatan :
Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi, DM, Asthma, Riwayat MRS

d. Data keperawatan

(a) Sistem pernafasan
Data Etiologi Diagnose
S : Sesak nafas sejak, pusing PaO2 < 95 % bertambah sesak jika bergerak atau kepala agak rendah, batuk (+) sekret berbuih, AGD tidak normal

O : RR >20 X/mnt, Rh , Wh , Retraksi otot pernafasan, produksi sekret banyak
 Dekompensasi ventrikel kiri

Bendungan paru 
(odem paru) Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri

(b) Sistem kardiovaskuler
Data Etologi Diagnose
S : Kepala pusing, jantung berdebar-debar, badan terasa lemah, kaki bengkak s
O : Bendungan vena jugularis (+), S1S2 ireguler S3 (+), Ictus kordis pada pada iccs 5-6, bergeeser ke kiri, Acral dingin, keluar keringat dingin, Kap.refill > 1-2dt Dekompensasi kordis

penurunan kontraktilitas jantung

penurunan tekanan darah

Syok

Ggn perfusi ke jaringan
 Ggn perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kotraktilitas jantung 




(c) Rasa aman
Data Etiologi Diagnosis
S : Gelisah, mengeluh nyeri dan rasa tidak enak
O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator, 

aktivitas tak terkontrol

Resiko terjadi trauma
 Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas
Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
S : Gelisah, 
O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang Ruangan dengan berbagai alat
Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa

Lingkungan yang asing

cemas
 Cemas berhubungan dengan ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.

Gangguan komunikasi verbal

C. Rencana Tindakan
Dx: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 40-50 cc/jam, pusing hilang
Rencana Tindakan Rasional
- Berikan posisi syok
- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill setiap jam

- Kolaborasi:
  - Pemberian infus RL 28 tts/menit


  - Foto thorak

  - EKG
  - Lanoxin IV 1 ampul
  - Lasix 1 ampul

  - Observasi produksi urin dan balance cairan
  - Periksan DL - Memenuhi kebutuhan pefusi otak
- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguan perfusi

- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.
- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru.
- Untuk melihat gambaran fungai jantung
- Memperkuat kontraktilitas otot jantung
- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem
- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.
- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klien sehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

Dx Resiko gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal paO2 95-100 %
Rencana Tindakan Rasionalisasi
- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala
- Lakukan auskultasi paru
- Lakukan suction jika ada sekret
- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.
- Kolaborasi pemeriksaan
  - BGA dan SaO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator - Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal
- Untuk mengetahui adanya sekret
- Meningkatkan bersihan jalan nafas
- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan 



- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru
- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak
Tujuan : Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih
Tindakan Rasionalisasi
- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - jam
- Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih.
- Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat
- Monitor status hidrasi klien
- Lakukan fisiotherapi nafas
- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan - Memantau keefektifan jalan nafas
- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.
- Membantu mengencerkan sekret

- Mencegah sekret mengental
- Memudahkan pelepasan sekret
- Deteksi dini adanya kelainan

Dx : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT
Tujuan : Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi
Rencana Tindakan Rasionalisasi
- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam
- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya
- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu
- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff
- Masukka penahan gigi
- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik
- Monitor suara nafas dan pergerakan dada - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator

- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator

-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator.
- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

- Mencegah tergigitnya selang ETT
- Mencegah selang ETT tercabut

- Evaluasi keefektifan pola nafas


Dx : Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas
Tujuan : 
Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, tidak terjadi barotrauma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius
Tindakan Rasionalisasi
- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan
- Jika perlu lakukan fiksasi
- Rubah posisi setiap 2 jam


- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator
- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma
- Kolaborasi penggunaan sedasi
- Evaluasi warna dan bau sputum
- Lakukan oral hygiene setiap hari
- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam
- Kolaborasi pemberian antibiotika - Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien
- Untuk mencegah trauma
- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.
- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah
- Untuk deteksi dini
- Untuk mencegah fighting
- Monitor dini terjadini infeksi skunder
- Mencegah infeksi skunder
- Menjamin selang ventilator steril
- Sebagai profilaksis

Dx : Cemas berhubungan dengan disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian
Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang
Tindakan Rasional
- Lakukan komunikasi terapeutik
- Berikan orientasi ruangan
- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya
- Berikan suport mental

- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu
- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien - Membinan hubungan saling percaya
- Mengurangi stress adaptasi
- Menggali perasaan dan masalah klien

- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien
- Untuk meningkatkan semangat dan motivasi
- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.

Daftar pustaka :
Marini L. Paul (1991) ICU Book, Lea & Febriger, Philadelpia
Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung
Carpenitto (1997) Nursing Diagnosis, J.B Lippincott, Philadelpia
Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta
 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PEMASANGAN CVP

ASUHAN KEPERAWATAN 
PADA PASIEN DENGAN PEMASANGAN CVP

Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


I. PENGERTIAN
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di AKa atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.

I. LOKASI PEMANTAUAN
• Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
• Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
• Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
• Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena kava superior

II. INDIKASI DAN PENGGUNAAN
• Pengukuran tekanan vena sentral (CVP).
• Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Pengukuran oksigenasi vena sentral.
• Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi yang perlu pengenceran segera dalam sistem sirkulasi.
• Pemberian obat vasoaktif per drip (tetesan) dan obat inotropik.
• Sebagai jalan masuk vena bila semua tempat IV lainnya telah lemah.

III. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :
• Nyeri dan inflamasi pada lokasi penusukan.
• Bekuan darah karena tertekuknya kateter.
• Perdarahan : ekimosis atau perdarahan besar bila jarum terlepas.
• Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).
• Microshock.
• Disritmia jantung

III. PENGKAJIAN
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
• Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman.
• Keluhan verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
• Frekuensi napas, suara napas
• Tanda kemerahan / pus pada lokasi pemasangan.
• Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter
• Kesesuaian posisi jalur infus set
• Tanda-tanda vital, perfusi
• Tekanan CVP
• Intake dan out put
• ECG Monitor

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan aktivitas berhubungan dengan pemasangan kateter vena central 
Kriteria pengkajian focus :
• Kelemahan, kelelahan.
• Perubahan tanda vital, adanya disritmia.
• Dispnea.
• Pucat
• Berkeringat.

V. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
 Pasien akan mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama aktivitas.

VI. INTERVENSI 
• Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas.
Rasionalisasi : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas.
• Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
Rasionalisasi : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
• Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh nyeri. 
Rasionalisasi : Nyeri dan program penuh stres jugas memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
• Anjurkan latihan ROM aktif atau bila pasien tidak dapat memenuhinya lakukan ROM pasif setiap 6 jam.
Rasionalisasi : ROM dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki sirkulasi dan mengurangi rasa tidak nyaman.
• Jelaskan bahwa gangguan aktivitas adalah kondisi sementara yang diharuskan hanya selama waktu pemantauan sementara.
Rasionalisasi : Penjelasan dapat mengurangi anxietas karena rasa takut terhadap pemasangan CVP.
• Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
• Rasionalisasi : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi pemasangan CVP.
 
DAFTER PUSTAKA

Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.

Doenges M.E. at all, 1993. Rencana Asuhan Keperwatan. Edisi 3. EGC. Jakarta

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA


Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


A. Pengertian.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak digunakan dalam pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
2. Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
  Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golongan IHK. 
 Macam-macam IFO adalah malathion ( Tolly ) Paraathion,diazinon,Basudin,Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.

B. Patogenesis.
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh ( KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid( AKH ) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejal;a ransangan Akh yang berlebihan ,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )
Pada keracunan IFO ,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel ) ,sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible ).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan keringat,pupil,bronkus dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi ) sampai koma. 
C. Gambaran Klinik.
Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan ggn saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningal.

D. Pemeriksaan.
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 %
  Sedang : 20 - 40 %
  Berat : <> 75 % N
2. Patologi Anatomi ( PA ).
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.

E. Penatalaksanaan.
1. Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
2. Eliminasi.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
  
3. Anti dotum.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

ASUHAN KEPERAWATAN.

A. Pengkajian.
Pengkajian difokusakan padfa masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

B. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah :
• Tidak efektifnya pola nafas
• Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh.
• Gangguan kesadaran
• Tidak efektifnya koping individu. 

C. Intervensi.
• Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
• Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA.
• Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
• Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan.
• Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental retardasi dan lain-lain. 
 
SUMBER.

Emerton, D M ( 1989 ) Principle And Practise Of nursing , University of Quennsland Press, Australia.

Departemen kesehatan RI, ( 2000 ) Resusitasi jantung, paru otak Bantuan hidup lanjut ( Advanced Life Support ) Jakarta.

La/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr.Soetomo Surabaya,( 1994 ) Pedoman Diagnosis dan Terapi, Surabaya.

Phipps , ect, ( 1999 ) Medikal Surgical Nursing : Consept dan Clinical Pratise, Mosby Year Book, Toronto. 

LAPORAN PENDAHULUAN HIPOGLIKEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA

Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%. 
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati

Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
- Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

- Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

- Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

- Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.
 
B. Patofiologi




































 
C. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapi
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker 

3. Data fokus
  Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku, 
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa < 50 gr/%

 
D. Diagnose dan Rencana Keperawatan

1. Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi

Rencana tindakan:
- Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
- Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
- Monitor vital sign
- Monitor kesadaran
- Monitor tanda gugup, irritabilitas
- Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
- Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
- Cek BB setiap hari
- Cek tanda-tanda infeksi
- Hindari terjadinya hipotermi
- Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
- Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
- Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
- Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril
- Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas.
- Perhatikan kondisi feces bayi
- Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
- Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
- Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.

3. Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan pengeluaran keringat 
- Cek intake dan output
- Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
- Cek turgor kulit bayi
- Kaji intoleransi minum bayi
- Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI

4. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot
- Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
- Lakukan fisiotherapi
- Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.
 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York
Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London
Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta
Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS (BANTUAN VENTILASI MEKANIK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN 
DENGAN GAGAL NAFAS
 (BANTUAN VENTILASI MEKANIK)


Galuh Nazlul F (032007D.034)
AKPER PEMDA Cianjur


A. PENGERTIAN
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.

B. PENYEBAB GAGAL NAFAS
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : contusio cerebri
b. Radang otak : encephalitis
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
d. Obat-obatan : narkotika, anestesi
2. Penyebab perifer
a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
C. PATOFISIOLOGI
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif .
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks paling positif. 

Ventilator


  Tekanan positif inspirasi

  Darah ke jantung suplai ke otak vol tidal
  Terhambat kurang tinggi

Darah ke atrium kiri Venous return b(-)
  Berkurang TIK meningkat resiko 
  pneumotorak
  cardiac output menurun
  Hipotensi Ggn perfusi jaringan

Kompresi mikro vaskuler Kecemasan
  Suplai darah ke paru b(-) Ggn oksigenasi

D. PEMERIKSAAN FISIK
( Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes)

1. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop 
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
2. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
  Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
3. Pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
4. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5. Penyuluhan/pembelajaran
  Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker  
  
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- Hb : dibawah 12 gr %
- Analisa gas darah : 
 pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
 paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
 pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
 BE di bawah -2 atau di atas +2
- Saturasi O2 kurang dari 90 %
- Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan letak mediastinum

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan pernafasan ventilator mekanik adalah :
1.Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakit
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang ETT
4. Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT
6. Resiko tinggi komplikasi infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang ETT
7. Resiko tinggi sedera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas, stress
8. Nyeri berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, letak selang ETT

G. RENCANA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas

Kriteria hasil :
- Bunyi nafas bersih
- Ronchi (-)
- Tracheal tube bebas sumbatan



Intervensi Rasional
1.Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam atau bila diperlukan
2.Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi dengan cara :
a.Jelaskan pada klien tentang tujuan dari tindakan penghisapan
b.Berikan oksigenasi dengan O2 100 % sebelum dilakukan penghisapan, minimal 4 – 5 x pernafasan
c.Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter penghisap steril
d.Masukkan kateter ke dalam selang ETT dalam keadaan tidak menghisap, lama penghisapan tidak lebih 10 detik
e.Atur tekana penghisap tidak lebih 100-120 mmHg 
f.Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% sebelum melakukan penghisapan berikutnya
g.Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai suara nafas bersih
3.Pertahankan suhu humidifier tetap hangat ( 35 – 37,8 C) Mengevaluasi keefektifan bersihan jalan nafas


Meningkatkan pengertian sehingga memudahkan klien berpartisipasi
Memberi cadangan oksigen untuk menghindari hypoxia

Mencegah infeksi nosokomial


Aspirasi lama dapat menyebabkan hypoksiakarena tindakan penghisapan akan mengeluarkan sekret dan oksigen
Tekana negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan nafas
Memberikan cadangan oksigen dalam paru


Menjamin kefektifan jalan nafas

Membantu mengencerkan sekret



2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit, pengesetan ventilator yang tidak tepat

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali normal

Kriteria hasil :
- Hasil analisa gas darah normal :
 PH (7,35 – 7,45)
 PO2 (80 – 100 mmHg)
 PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
 BE ( -2 - +2)
- Tidak cyanosis

Intervensi Rasional
1.Cek analisa gas darah setiap 10 –30 mnt setelah perubahan setting ventilator
2.Monitor hasil analisa gas darah atau oksimetri selama periode penyapihan
3.Pertahankan jalan nafas bebas dari sekresi
4.Monitpr tanda dan gejala hipoksia Evaluasi keefektifan setting ventilator yang diberikan
Evaluasi kemampuan bernafas klien

Sekresi menghambat kelancaran udara nafas
Deteksi dini adanya kelainan


3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT

Tujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif

Kriteria hasil : 
a. Nafas sesuai dengan irama ventilator
b. Volume nafas adekuat
c. Alarm tidak berbunyi
d. 

Intervensi Rasional
1.Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam 
2.Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya
3.Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu
4.Monitor slang/cubbing ventilator dari terlepas, terlipat, bocor atau tersumbat
5.Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff
6.Masukkan penahan gigi (pada pemasangan ETT lewat oral)
7.Amankan slang ETT dengan fiksasi yang baik
8.Monitor suara nafas dan pergerakan ada secara teratur Deteksi dini adanya kelainan atau gangguan fungsi ventilator
Bunyi alarm menunjukkan adanya gangguan fungsi ventilator
Mempermudah melakukan pertolongan bila sewaktu-waktu ada gangguan fungsi ventilator
Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah tergigitnya slang ETT

Mencegah terlepasnya.tercabutnya slang ETT
Evaluasi keefektifan pola nafas










I. DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya